Friday, August 26, 2011

MEMBENTUK SIKAP HATI ANAK

Gue bersyukur banget sama Tuhan karena gue ditempatkan dalam komunitas yang banyak banget memberikan support untuk gue menjalankan peran gue sebagai seorang ibu, seorang istri. Salah satunya sekolah yang Tuhan tunjukkan untuk Kenzie. Gue bersyukur karena di sekolah Kenzie, kita, para ibu-ibu (bapak juga) diperlengkapi dengan seminar dan juga ada support group untuk kita bisa saling sharing dan menguatkan. Kali ini gue mau sharingkan berkat yang gue dapetin waktu gue ikutan "mom's academy"di sekolahannya si kenzie. Ini sangat memberkati gue, semoga ini juga bisa memberikan pencerahan baru untuk ibu dan bapak di mana pun kalian berada :-)


Menjadi orangtua adalah seperti pengulangan masa kecil, maksudnya apa sih? Kita secara sadar maupun tidak sadar menerapkan pola asuh orangtua kita dalam mendidik anak kita. Itu hukum duniawinya. Makanya bisa ada istilah "like father like son"atau "like mother like daughter". Dan itu adalah benar.


Ada beberapa stimulus yang kita terapkan dalam kita mendidik anak kita:
  1. Emosional, pernahkah ketika kita sedang dalam kondisi stres dan tertekan memperlakukan anak dan mendidik mereka dengan keras dan mungkin membuat kita lebih tidak sabar? Contohnya, ketika sedang tidak "mood" kita tidak mau membacakan firman Tuhan kepada anak. Jadi kita mendidik anak berdasarkan emosi dan suasana hati.
  2. Aktualisasi orangtua. Maksudnya adalah, kita sebagai orangtua mendidik anak supaya mereka dapat mencapai apa yang kita tidak bisa capai. Misalnya: memaksa anak untuk les musik karena orangtua bercita-cita menjadi pemusik namun tidak kesampaian.
  3. Rasa malu/harga diri. Orangtua mengajar dan mendidik anaknya agar tidak mempermalukan orangtua. "kamu jangan malas2an sekolah yah... nanti mama/papa malu kalo ditanya nilai raport kamu yang jelek". "jangan bersikap tidak sopan seperti itu, malu nanti dilihat orang". Jadi anak dididik dengan motivasi agar orangtua tidak dipermalukan.
  4. Kondisi fisik orangtua. Dalam artian, mendidik anak dipengaruhi dengan kondisi fisik. Misalnya, waktu anak pertama dan kedua ketika ibu masih muda lebih banyak energi untuk mengasuh semua anak-anaknya. Namun ketika anak ketiga sudah merasakan capai dan lelah jadi adanak diurus oleh suster saja, ibu tidak mau terlalu campur tangan dalam urusan mengasuh anak.
  5. Ambisi orangtua. Biasanya orangtua tidak mau kalah dengan orangtua yang lain. Karena ingin anak berhasil, maka orangtua terlalu memaksakan kehendak kepada anaknya.
Dan mungkin ada beberapa stimulus2 lain yang dapat digali oleh kita sebagai orangtua, apa yang mendorong kita dalam kita mendidik dan membesarkan anak-anak. Stimulus2 tersebut sering menjadi faktor dalam kita mendidik anak kita. Apa yang kita lakukan kepada anak, itu yang akan menjadi bagian dalam kehidupan anak kita nantinya. Misalnya, ibu yang moody dalam mendidik anaknya. Kadang mau membacakan firman Tuhan, tapi kadang2 kalo sedang tidak mood yang tidak dibacakan firman. Jangan heran suatu saat nanti anaknya juga tidak mencintai firman, karena ibu juga begitu.


Jadi apa motivasi kita dalam mendidik anak kita??? Coba deh kita cek ke dalam diri kita, apakah kita memiliki motivasi2 seperit di atas ketika kita mendidik anak kita. Kalau gue jujur aja termotivasi mendidik anak karena aktualisasi diri gue. Gue pengen bisa mendidik kenzie dengan benar agar gue bisa menjadi ibu yang baik, ibu yang dianggap berhasil dalam mendidik anak :-)

Nah kalau sudah menemukan stimulus apa yang mendorong kita dalam mendidik anak, lalu buah-buah apa aja yang kita harapkan ada dalam diri anak kita???
  • Anak yang tenang dan bersikap baik
  • Anak yang hangat dan ramah
  • Anank yang percaya diri
  • Anak yang bisa diatur dan penurut
  • Teratur dan rapi
  • Bertanggung jawab
  • Sopan santun
  • Hormat terhadap orangtua
  • Bisa membawa diri
  • Bisa mengerjakan tugasnya sendiri
  • Berinisiatif dan aktif
  • Jujur
  • Mengakui kelebihan orang lain
  • Bersedia meminta maaf jika salah
  • dan masih banyak lagi yang positif
Tentu saja hal-hal tersebut yang sangat ingin kita lihat dari diri anak-anak kita. Salah ga? Ya tidak salah lah... Semua orangtua mengharapkan anak-anaknya seperti itu. Nah, gimana sih sebenarnya agar anak kita memiliki buah-buah yang positif seperti di atas? Apa yang seharusnya menjadi motivasi/stimulus kita dalam mendidik anak kita?
Jawabannya adalah kita harus MENDIDIK HATI anak kita. Fokus kita haruslah HATI bukan kepada PERILAKU. Amsal 4:23 berkata: "jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan".

APa maksudnya mendidik hati bukan perilaku? Karena sikap hati merupakan motivasi, pikiran, dan perasaan yang mendorong keluarnya perilaku. Itu adalah dasarnya. Tapi yang menjadi problem adalah, apa yang ada di dalam hati itu sangat sulit untuk diketahui.
Karena itu adalah tugas kita sebagai orangtua untuk lebih banyak mengajar dan mendidik anak berdasarkan apa yang ada dalam hati mereka. Penting untuk kita untuk mengetahui apa yang menjadi motif si anak dalam melakukan segala sesuatu. Dan penting bagi kita untuk menanamkan motif yang benar dalam anak melakukan segala sesuatu.

Janganlah terlalu cepat memberikan label kepada anak. Kita terkadang begitu mudah memberikan label kepada anak kita. "si A mah anaknya emang pelit, ga suka berbagi", "anakku si B mah anaknya emang nakal, ga bs diatur". Nah label2 seperti itu akan merugikan bagi anak. Apalagi jika anak kita sebenarnya tidak seperti itu. Kita seharusnya tahu dan bertanya, mengapa anak tidak mau berbagi? mengapa dia tidak bisa diatur? apa yang menjadi penyebabnya? bisa saja anak melakukan itu karena ia tidak tahu bahwa itu bukan hal yang benar. Gue pernah diberikan ilustrasi mengenai seorang anak yang selalu dibawa ke pasar oleh ibunya. Setiap hari ketika ibunya berbelanja ke pasar, ia selalu digendong menggunakan gendongan oleh ibunya. Dan apa yang ia lakukan? setiap ibunya beli sayur atau buah di pasar, si anak ikutan mengambil tomat 1 buah, berikutnya wortel 1 buah, apa saja yang ditemui tangannya diambil olehnya dan sang ibu hanya mengganggap ini hanyalah ketidak tahuan seorang anak kecil dan ia hanya tersenyum melihat perilaku anaknya tanpa mengoreksi dan mengajarkan hal yang benar. Sehingga tumbuhlah anak menjadi dewasa dan ia terkenal menjadi seorang pencuri yang sangat lihai. Hingga suatu hari dia harus ditangkap dan dihukum. Satu hal yang ia katakan bahwa apa yang dilakukan ini semua adalah salah ibunya, ibunya tidak pernah mengajarkan dia bahwa mengambil barang orang lain adalah sesuatu yang salah dan tidak benar... Apakah kita bisa mengatakan bahwa dia adalah pencuri? yah mgkn memang menurut kita dia adalah pencuri, tp menurut dia itu bukan sesuatu yang salah karena ibunya tidak pernah mengajarkan bahwa itu salah.

Yah mungkin ilustrasi itu adalah sesuatu yang terlalu ekstrem, kenapa hanya dari hal kecil bisa jadi berkembang sesuatu yang besar? Tapi, seringkali dalam mendidik anak kita tidak sadar apa yang ditanamkan dalam hati anak kita itu memang berasal dari kita dan ketika kita melihat itu muncul dalam perilakunya kita mulai melabel anak kita.

gue punya pengalaman, gue benci banget sama nyamuk dan lalat. Jadi kalau ada nyamuk dan lalat masuk ke kamar, gue bisa marah dan mengejar-ngejar nyamuk/lalat itu dengan raket. gue suka bilang gini: "huh! mana lalat aneh ini! sebel banget!" trus gue lakukan itu sambil mengetuk2 tirai jendela  agar lalat/nyamuk itu keluar. Ekspresi muka gue marah.
Lalu satu hari gue melihat kenzie di kamar sedang pegang raket, terus mengetuk-ngetuk jendela dengan ekspresi marah serta marah-marah, katanya: "mana ini lalat aneh! sebel!" hahahahaha!!! tadinya gue udah mau menegur dia, kenapa kok ketok2 jendela pke raket sambil marah2 pula. Tapi ternyata setelah gue mendengar kata-katanya kok persis sama seperti yang gue ngomong! Walaaaaah.... gawat ini, gue tertawa sendiri sambil memeluk kenzie. Gue ga bisa ngelabel dia anak yang pemarah kan kalo gitu? wong yang salah gue, nagajarin yang ga benar...

Nah, gimana kita bisa tahu kalo itu adalah karakter dari anak kita? sehingga kita bisa bilang: "wah kamu memang anak yang pemurah" atau "kamu adalah anak yang rajin". Anak sudah memiliki karakter tertentu jika tanpa dikondisikan anak dapat melakukan hal tersebut. Misalnya: Anak biasanya tidak suka berbagi kue yang sedang dimakannya, tp tiba-tiba suatu hari dia datang dan menawarkan kuenya kepada kita, ternyata anak tidak doyan kuenya. Nah, itu karena kuenya tidak enak jadi anak mau berbagi. BUkan karena memang ia sudah memiliki karakter pemurah. Tapi jika ketika tidak ada mama/papa melihat si A mau meminjamkan mainannya kepada temannya dan tidak merebut atau menginginkan mainan temannya maka kita bisa bilang memang A memiliki karakter pemurah.

Alasan mendasar mengapa kita harus mendidik hati anak kita?
Roma 14:12 berkata "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggung jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah". Yah karena adalah tanggung jawab kita sebagai orangtua untuk mempersiapkan anak-anak kita sehingga pada suatu saat nanti mereka dapat memberik pertanggung jawaban kepada Allah mengenai hidup mereka sendiri. Karena itu penting sekali untuk kita mendidik sikap hati anak-anak kita sehingga mereka memiliki hati yang benar di hadapan Tuhan.

Lalu bagaimana kita membentuk sikap hati anak?

Kita harus selalu mengaitkan setiap karakter yang kita ajarkan kepada anak dengan Tuhan. Anak perlu mengerti dan menyadari kehadiran Tuhan sejak masih kecil.

PAda usia 0-3 tahun penting anak diciptakan rasa aman, kelekatan dan ketaatan. Pada usia 4-5 tahun diajarkan mengenai disiplin diri dan pengenalan otoritas. Serta anak pada usia 6-7 tahun diajarkan tentang kemandirian dan kejujuran. Smeua harus selalu kita kaitkan dengan kehadiran dan keberadaan Tuhan.

Misalnya ketika kita ingin membentuk sikap mengasihi. Allah adalah kasih, Allah mengasihi anak melalui kasih papa mama. "Kamu harus mau berbagi seperti Allah juga sudah mengasihi kamu, papa dan mama". Mengajarkan kehadiran Allah=== Agar anak tidak mudah takut. Mengajarkan tentang pemeliharaan Tuhan=== agar anak bergantung kepada Tuhan serta mandiri. Usahakan untuk selalu memulai dari kehadiran Tuhan dalam setiap apa yang kita ajarkan kepada anak, sehingga anak dari sejak dini sudah mengenal kehadiran Tuhan. Ajak anak untuk mengerti bahwa Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, Tuhan juga yang menciptakan dirinya. Dan Tuhan juga dapat melihat apa yang kita lakukan, Dia juga bisa sedih jika anak melakukan hal yang tidak benar serta bisa gembira jika anak melakukan hal yang benar.

Memang hal ini tidaklah mudah dan buahnya tidak bisa langsung kita lihat, namun percayalah bahwa apa yang kita tabur dalam Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Setiap anak berharga di mata Tuhan, mereka adalah pusaka-pusakaNya. Karena itu adalah tanggung jawab kita sebagai orangtua untuk mempersiapkan mereka sehingga satu hari kelak mereka bisa memberi pertanggung jawab mereka dengan benar di hadapan Tuhan :-)

Gob Bless
-Fatima-




3 comments:

  1. Mba..aku suka dan setuju dengan apa yang ditulis, belakangan ini byk sekolah , orang tua dan lembaga lembaga pendidikan lainnya yang terlalu menomersatukan IQ, alias kepinteran, soal budipekerti, sopan santun, dan nilai nilai spiritual, itu seperti hal yang kuno. Padahal kualitas orang dan keberhasilannya kelak, justru lebih ditentukan oleh kualitas atitudenya dan imannya . Itu semua akan berhasil jika anak mempunyai kita sebagai ortu sbg pendampingnya, hope kita adalah orang tua yang dapat membentuk sikap hati anak kita sesuai dengan apa kata Sang Bapa, dan minta kekuatan pada Bapa untuk bisa membimbing anak kita memiliki sikap hati yang benar. GBU and Fam

    ReplyDelete
  2. baguuuuuuuuuuuus banget. :) gue jd pengen share yg denny kenaston punya ttg parenting. itu jg sangat bagus, hehe...

    ReplyDelete